Distosia Karena Kelainan Panggul
v Jenis kelainan
panggul
Menurut Cadwell dan Moloy berdasarkan penyelidikan
roentgenologik dan anatomik, panggul-panggul menurut morfologinya dibagi
menjadi 4 jenis pokok. Jenis-jenis ini dengan ciri-ciri pentingnya:
1.
Panggul ginekoid : Pintu atas
panggul yang bundar, atau dengan diameter transfersa yang lebih panjang sedikit
daripada diameter anteoposterior dan dengan panggul tengah serta pintu bawah
panggul yang cukup luas.
2.
Panggul antropoid : Dengan
diamneter anteroposterior yang lebih panjang dari pada diameter transversa, dan
dengan arkus pubis menyempit sedikit.
3.
Panggul android : Pintu atas
panggul yang berbentuk sebagai segitiga berhubungan dengan penyempitan ke
depan, dengan spina isiadika menonjol ke dalam den dengan arkus pubuis
menyempit.
4.
Panggul platipelloid : Diameter
anteroposterior yang jelas lebih pendek dari pada diameter transversa pada
pintu atas panggul dan dengan arkus pubis yang luas.
Oleh Cadwell dan Moloy dijelaskan
pula bahwa jenis-jenis pokok seperti gambaran diatas tidak seberapa sering
terdapat. Yang lebih sering ditemukan adalah panggul-panggul dengan ciri-ciri
jenis yang satu di bagian belakang dan ciri-ciri jenis yang lain di bagian
depan. Berhubungan dengan pengaruh faktor-faktor ras dan sosial ekonomi,
frekuensi dan ukuran-ukuran jenis-jenis panggul berbeda-beda di antara berbagai
bangsa. Dengan demikian standar ukuran panggul normal pada seorang wanita Eropa berlainan dengan standar
panggul wanita normal Asia
Tenggara.
Pada
panggul dengan ukuran normal, apapun jenis pokoknya, kelahiran pervaginam janin
dengan berat badan yang normal tidak akan mengalami kesukaran. Akan tetapi karena pengaruh gizi,
lingkungan atau hal-hal lain ukuran-ukuran panggul dapat menjadi lebih kecil
darp pada standar normal, sehingga bisa terjadi kesulitan dalam persalian
pervaginam. Terutama kelainan pada panggul android dapat menimbulkan distosia
yang sukar diatasi. Disamping panggul-panggul karena ukuran-ukuran pada jenis
pokok tersebut diatas kurang normal, terdapat pula panggul-panggul sempit yang
lain, yang umumnya juga disertai perubahan dalam bentuknya.
Menurut
klasifikasinya yang dianjurkan oleh Munro kerr yang diubah sedikit,
panggul-panggul yang terakhir ini dapat digolongkan sebagai berikut.
·
Perubahan bentuk karena kelainan pertumbuhan intrauterin : Panggul
naegele, panggul robert, split pelvis, panggul asimilasi.
·
Perubahan bentuk karena penyakit dan tulang-tulang panggul atau sendi
panggul : Rakitis, osteomalasia, neoplasma, fraktur, atrofi,
karies, nekrosis, penyakit pada sendi sakroiliaka, sendi sakrokoksigea.
·
Perubahan bentuk karena peruabahan tulang belakang: Kifosis,
skoliosis, spondilolistesis.
·
Peruabahan bentuk karena penyakit kaki: Koksitis,
luksasio, koksa, atrofi atau kelumpuhan satu kaki.
Panggul naegele hanya mempunyai
sebuah sayap pada sakrum, sehingga panggul tumbuh sebagai panggul miring. Pada
panggul robertkedua sayap sakrum tidak ada, sehingga panggul sempit dalam
ukuran melintang. Pada split pelvis penyatuan tulang-tulang panggul pada
simfisis tidk terjadi sehingga panggul terbuka kedepan.
Pada panggul asimilasi sakrum
terdiri dari 6 os vertebra (asimilasi tinggi) atau os 4 vertebra (asimilasi
rendah). Panggul asimilasi tinggi dapat menimbulkan kesukaran dalam turunnya
kepala janin ke rongga panggul. Dahulu panggul rahitis banyak terdapat pada
orang-orang miskin di dunia barat karena mereka pada masa kanak-kanak menderita
rakhitis sebagai akibat kekurangan vitamin D serta kalsium dalam makanan dan
kurang mendapatkan sinar matahari. Jika anak mulai duduk, tekanan badan
dengan panggul dengan tulang-tulang dan sendi-sendi yang lembek karena rakitis
dapat menyebabkan sakrum dengan promotoriumnya bergerak ke depan
dan dengan bagian bawahnya kebelakang; dalam proses ini sakrum mendatar. Ciri
pokok panggul rakitis adalah mengecilnya diameter anteroposterior pada pintu
atas panggul. Dewasa ini panggul rakitis dengan kesempitan yang ekstrim tidak
ditemukan lagi. Akan tetapi panggul picak yang ringan karena ganguan gizi masih
terdapat. Demikian pula osteomalasia, suatu penyakit karena gangguan gizi yang
hebat dan karena kekurangan sinar matahari, yang menyebabkan perubahan dalam
bentuk-bentuk tulang termasuk panggul sehingga rongganya mejadi sempit, kini
jarang ditemukan.
Tumor tulang panggul yang
dapat menimbulkan kesempatan jalan lahir jarang sekali terdapat. Demikian pulan
halnya dengan fraktur tulang panggul yang disebabkan timbulnya kallus, atau
karena kurang sempurna sembuhnya yang dapat mengubah bentuk panggul.
Pada kifosis tulang belakang bagian
bawah, sakrum bagaian atas ditekan kebelakang, sedang sakrum bagian bawah
memutar kedepan. Dengan demikian terdapat panggul corong( tunnel pelvis).
Dengan pintu atas panggul yang luas dan dengan bidang-bidang lain menyempit.
Pada skoliosis tulang belakang
bagian bbawah, bentuk panggul dipengaruhi oleh perubahan pada tulang-tulang
diatas dan panggul menjadi miriing. Kelainan atau penyakit pada satu kaki
yang diderita sejak lahir atau dalam masa kanak-kanak menyebabkan kaki tersebut
tidak dapat digunakan dengan sempurna, sehingga berat badan harus dipikul oleh
kaki yang sehat. Akibatnya panggul bertumbuh miring( pada pospoliomyelitis masa
kanak-kanak).
v Diagnosis panggul sempit dan
distroporsi sefalopelfik
Pemeriksaan umum kadang-kadang sudah
membawa pikiran kearah kemungkinan kesempitan panggul. Sebagai mana adanya
tuberkolosis pada kolumna vertebtra atau pada panggul, luksasio koksakonginetalis
dan poliomielitis dalam anamesis memberi petunjuk penting, demikian pula
ditemukannya kifosis, ankilosis pada artikulasio koksa disebelah kanan atau
kiri dan lain-lain pada pemeriksaan fisik umum memberikan isyarat-isyarat
tertentu. Pada wanita yang lebih pendek daripada ukuran normal bagi bangsanya,
kemungkinan panggul kecil perlu diperhatikan pula. Akan tetapi apap yang
dikemukakan diatas tidak dapat diartikan bahwa seorang wanita dengan
bentuk badan normal tidak dapat memiliki panggul dengan ukuran-ukuran yang
kurang dari normal, ditinjau dari satu atau beberapa segi bidang panggul. Dalam
hubungan ini beberapa hal perlu mendapat perhatian. Anamnesis tentang
persalinan-persalinan terdahulu dapat memberi petunjuk tentang keadaan panggul.
Apabila persalinan tersebut berjalan lancar dengan dilahirkannya janin dengam
berat badan yang normal, maka kecil kemungkinan bahwa wanita yang bersangkutan
menderita kesempitan panggul yang brarti.
Pengukuran panggul (pelvimetri)
merupakan cara pemeriksaan yang penting untuk mendpaat keterangan lebih banyak
tentang keadaan panggul. Cara pelaksananan pelvimetri sudah dibahas dengan
lengkap pada fisiologi kehamilan; disini hanya dikemukakan beberapa hal pokok
saja. Pelvimetri luar tidak banyak artinya, kecuali untuk pengukuran pintu
bawah panggul, dan dalam beberapa hal yang khusus sepertio panggul miring.
Pelvimetri dalam dengan tangan mempunyai arti yang penting untuk menilai secara
aga kasar pintu atas panggul serta panggul tengah, dan untuk memberi gambaran
yang jelas mengenai pintu bawah panggul. Dengan pelvimetri roengenologik
diperoleh gambaran yang jelas tentang bentuk panggul dan ditemukan angka-angka
mengenai ukuran-ukuran dalam ketiga bidang panggul.
Akan tetapi pemeriksaan ini pada masa kehamilan mengandung bahaya,
khususnya bagi janin. Oleh sebab itu, tidak dapat dipertanggungjawabkan untuk
menjalankan pelvimetri roengenologik secara rutin pada masa kehamilan melainkan
harus didasarkan atas indikasi yang nyata, baik dalam masa antenantal maupun
dalam persalinan.
Keadaan panggul merupakan faktor
penting dalam kelangsungan persalinan, tetapi yang tidak kurang penting adalah
hubungan antara ke[pala janin dengan panggul ibu. Besarnya kepala janin dalam
perbandingan dengan luasnya panggul ibu menentukan pakah ada disporposisi
sefalopelvik atau tidak. Masih ada faktor-faktor lain yang ikut menentukan
apakah persaliann pervaginam berlangsung dengan baik atau tidak, akan tetapi
faktor-faktor ini baru dapat diketahui pada waktu persalinan, seperti kekuatan
his dan terjadinya moulage kepala janin. Besarnya kepala janin, khusunya
diameter biparietalisnya dapat diukur dengan menggunakan sinar roentgen. Kaan
tetapi sefalometri roengenologik lebih sukar pelaksanaannya dan mengandung
bahaya sperti pemeriksaan-pemeriksaan roengenologik lainnya. Pengukuran
diameter biparietalis dengan cara ultrasonik yang sudah mulai banyak dilakukan
memberikan hasil yang cukup memuaskan. Cara ini tidak bahaya dibandingkan
dengan pemeriksaan roengenologik.
Pada hamil tua dengan janin dalam
presentasi kepala dapat dinilai agak kasar adanya disporporsi sefalopelvik dan
kemungkinan mengatasinya. Untuk hal ini pemeriksaan dengan tangan yang satu
menekan kepala janin dari atas ke atas rongga panggul, sedang tangan lain yang
diletakkan pada kepala, menentukan apakah bagian ini menonjol di atas simfisis
atau tidak. Pemeriksaan yang lebih sempurna adalah metode muller munro kerr;
tangan yang satu memegang kepala janin dan menekannya ke arah rongga panggul,
sedang 2 jari tangan yang lain dimasukkan ke dalam rongga vagian untuk
menentukan sampai berapa jauh kepala kepala mengikuti menekan tersebut.
semetara itu ibu jari tangan yang masuk dalam vagina memeriksa dari luar
hubungan atara kepala dan simfisis.
v Distosia karena panggul sempit.
Yang penting dalam Obstetri bukan
panggul sempit secara anatomis, lebih penting lagi ialah panggul sempit secara
fungsionil artinya perbandingan antara kepala dan panggul.
Kesempitan
panggul dibagi sebagai berikut :
1. Kesempitan pintu
atas panggul : Pintu atas panggul dianggap sempit kalau conjugata vera
kurang dari 10 cm, atau kalau diameter transversa kurang dari 12 cm. Conjugata
vera dilalui oleh diameter biparietalis yang berukuran kurang lebih 9,5 cm dan
kadang-kadang mencapai 10 cm, maka sudah jelas bahwa conjugata vera yang kurang
10 cm dapat menimbulkan kesulitan, kesukaran bertambah lagi kalau kedua ukuran
ialah diameter anteroposterior maupun diameter transversa sempit. Sebab-sebab
yang dapat menimbulkan kelainan panggul dapat dibagi sebagai berikut :
- Kelainan karena
gangguan pertumbuhan :
a. Panggul sempit
keseluruhan : semua ukuran panggul kecil
b. Panggul picak :
ukuran muka belakang sempit, ukuran melintang biasa.
c. Panggul sempit
picak : semua ukuran kecil, tapi terlebih ukuran muka belakang.
d. Panggul corong
: pintu atas panggul biasa, pintu bawah panggul sempit.
e. Panggul belah :
simphisis terbuka.
- Kelainan karena
penyakit tulang panggul atau sendi-sendinya.
a. Panggul
rachitis : panggul picak, panggul sempit, seluruh panggul sempit picak dan
lain-=lain.
b. Panggul
osteomalaci : panggul sempit melintang.
c. Radang
articulatio sacroiliaca : panggul sempit miring.
- Kelainan
panggul disebabkan kelainan tulang-belakang.
a. Kiphose di
daerah tulang pinggang menyebabkan panggul corong.
b. Scoliose di
daerah tulang punggung menyebabkan panggul sempit miring.
- Kelainan
panggul disebabkan kelainan anggota bawah : Coxitis, luxatio, atrofia merupakan
salah satu anggota, menyebabkan panggul sempit miring. Disamping itu mungkin
pula ada exostose atau fraktur dari tulang panggul yang menjadi sebab kelainan
panggul.
Ø Pengaruh
panggul sempit pada kehamilan dan persalinan : Panggul sempit mempunyai pengaruh yang
besar pada kehamilan maupun persalinan, yaitu sebagai berikut :
a. Pengaruh pada kehamilan
- Dapat
menimbulkan retrofleksi uteri gravidi incarcerata.
- Karena kepala
tidak dapat turun, maka terutama pada primigravida fundus lebih tinggi dari
pada biasa dan menimbulkan sesak nafas atau gangguan perdarahan darah.
Kadang-kadang fundus menonjol ke depan hingga perut menggantung. Perut
yang menggantung pada seorang primigravida merupakan tanda panggul sempit.
- Kepala tidak
turun ke dalam rongga panggul pada bulan terakhir.
- Dapat
meimbulkan letak muka, letak sungsang dan letak lintang.
- Biasanya anak
seorang ibu dengan panggul sempit lebih kecil dari pada ukuran bayi pukul rata.
b. Pengaruh pada persalinan
- Persalinan
lebih lama dari biasa
· Karena gangguan
pembukaan
· Karena banyak
waktu dipergunakan untuk moulage kepala anak.
Kelainan
pembukaan disebabkan karena ketuban pecah sebelum waktunya, karena bagian depan
kurang menutup pintu atas panggul, selanjutnya setelah ketuban pecah kepala
tidak dapat menekan pada serviks karena tertahan pintu atas panggul.
- Pada panggul
sempit sering terjadi kelainan presentasi atau posisi misalnya :
· Pada panggul
picak sering terjadi letak defleksi supaya diameter bitemporalis yang lebih
kecil dari diameter biparietalis dapat melalui conjugata vera yang sempit itu.
Asynklitismus sering juga terjadi, yang dapat diterangkan dengan “knopfloch
mechanismus” (mechanisme lobang kancing).
· Pada panggul
sempit seluruh kepala anak mengadakan hiperfleksi supaya ukuran-ukuran kepala
yang melalui jalan lahir sekecil-kesilnya.
· Pada panggul
sempit melintang sutura sagittalis dalam jurusan muka belakang (positio
occipitalis directa) pada pintu atas panggul.
- Dapat terjadi
ruptur uteri kalau his menjadi terlalu kuat dalam usaha mengatasi rintangan
yang ditimbulkan oleh panggul yang sempit.
- Sebaliknya jika
otot rahim menjadi lelah karena rintangan oleh panggul sempit dapat terjadi
infeksi intrapartum. Infeksi ini tidak saja membahayakan ibu tapi juga dapat
menyebabkan kematian anak di dalam rahim. Kadang-kadang karena infeksi dapat
terjadi timpani uteri atau physometra.
- Terjadinya
fistel : tekanan yang lama pada jaringan dapat menimbulkan ischaemia yang
menyebabkan nekrose. Nekrose ini menimbulkan fistula vesicovaginalis lebih
sering terjadi karena kandung kencing tertekan antara kepala anak dan simfisis
sedangkan rectum jarang tertekan dengan hebat karena adanya rongga sacrum.
- Ruptur simfisis
(simpisiolisis) dapat terjadi : malahan kadang-kadang ruptur dari articukulatio
sacroiliaca. Kalau terjadi simpisiolisis maka pasien mengeluh tentang nyeri di
daerah simpisis dan tidak dapat mengangkat tungkainya.
- Parese kaki
dapat menjelma karena tekanan dari kepala pada urat-utar saraf di dalam rongga
panggul, yang paling sering terjadi ialah kelumpuhan N.peroneus.
Ø Pengaruh pada
anak :
- Partus yang
lama misalnya yang lebih lama dari 20 jam atau kala II yang lebih dari 3
jam sangat menambah kematian perinatal apalagi kalau ketuban pecah sebelum
waktunya.
- Prolapsus
foeniculi dapat menimbulkan kematian anak.
- Moulage yang
kuat dapat menimbulkan perdarahan otak, terutama kalau diameter biparietal
berkurang lebih dari ½ cm. Selain dari itu mungkin pada tengkorak terdapat
tanda-tanda tekanan, terutama pada bagian yang melalui promontorium (os
parietale) malahan dapat terjadi fractur impressi.
Ø Persangkaan
panggul sempit : Seorang harus ingat akan kemungkinan panggul sempit kalau :
a) Pada primipara kepala anak belum turun
setelah minggu ke 36.
b) Pada primipara ada perut menggantung.
c) Pada multipara persalinan yang dulu-dulu
sulit.
d) Kelainan letak pada hamil tua.
e) Kelainan bentuk badan (cebol, scoliose,
pincang dan lain-lain)
f) Osborn positif.
Ø Prognosa : Prognosa
persalinan dengan panggul sempit tergantung pada berbagai faktor antaranya:
- Bentuk panggul
- Ukuran panggul,
jadi derajat kesempitan.
- Kemungkinan
pergerakan dalam sendi-sendi panggul.
- Besarnya kepala
dan kesanggupan moulage kepala.
- Presentasi dan
posisi kepala.
- His
Diantara faktor-faktor tersebut di atas yang dapat diukur
secara pasti dan sebelum persalinan berlangsung hanya ukuran-ukuran panggul :
karena itu ukuran tersebut sering menjadi dasar untuk meramalkan jalannya
persalinan.
Menurut pengalaman tidak ada anak yang cukup bulan yang
dapat lahir dengan selamat pervaginam kalau CV kurang dari 8,5 cm. Sebaliknya
kalau CV 8,5 cm atau lebih persalinan per vaginam dapat diharapkan berlangsung
dengan selamat.
Secara kesimpulan maka kalau :
CV < 8,5 kesempitan berat prognosa
buruk
CV 8,5 cm – 10 cm kesempitan ringan
prognosa baik
|
Karena itu maka
kalau CV < 8,5 cm dilakukan SC primer (panggul demikian disebut panggul
sempit absolut ). Sebaliknya pada CV antara 8,5 cm – 10 cm hasil persalinan
tergantung pada banyak faktor :
- Riwayat persalinan
yang lampau.
- Besarnya,
presentasi dan posisi anak.
- Pecahnya
ketuban sebelum waktunya memburukkan prognosa
- His
- Lancarnya
pembukaan
- Infeksi
intrapartum
- Bentuk panggul
dan derajat kesempitan.
Karena banyak
faktor mempengaruhi hasil persalinan pada panggul dengan CV antara 8,5 cm – 10
cm (sering disebut panggul sempit relatif) maka pada panggul sedemikian
dilakukan persalinan percobaan.
Ø Persalinan Percobaan
: Yang disebut
persalinan percobaan adalah percobaan untuk persalinan pervaginam pada
wanita-wanita dengan panggul yang relatif sempit. Persalinan percobaan hanya
dilakukan pada letak sungsang, letak dahi, letak muka atau kelainan letak
lainnya. Persalinan percobaan dimulai pada permulaan persalinan dan
berakhir setelah kita mendapat keyakinan bahwa persalinan tidak dapat
berlangsung pervaginam atau setelah anak lahir pervaginam. Persalinan percobaan
dikatakan berhasil kalau anak lahir pervaginam secara spontan atau dibantu
dengan ekstraksi (forsep atau vakum) dan anak serta ibu dalam keadaan baik.
Kita hentikan persalinan percobaan kalau :
·
Pembukaan tidak
atau kurang sekali kemajuannya
·
Keadaan ibu
atau anak menjadi kurang baik
·
Kalau ada
lingkaran retraksi yang patologis
·
Setelah
pembukaan lengkap dan pecahnya ketuban, kepala dalam 2 jam tidak mau masuk
kedalam rongga panggul walaupun his cukup baik
·
Forsep yang
gagal
Dalam keadaan-keadaan tersebut diatas dilakukan SC.
Kalau SC dilakukan atas indikasi tersebut dalam golongan dua maka pada
persalinan berikutnya tidak ada gunanya untuk melakukan persalinan percobaan
lagi. Dalam istilah inggris ada dua macam persalinan percobaan:
-
Trial of labor
: serupa dengan persalinan percobaan yang di terangkan diatas.
-
Test of labor :
sebetulnya merupakan fase terakhir dari trial of labor, karena test of labor
mulai pada pembukaan lengkap dan berakhir dua jam sesudahnya.
Kalau dalam 2
jam setelah pembukaan lengkap kepala turun sampai H-III (station 0) maka test
of labor dikatakan berhasil.
Sekarang test of labor jarang dipergunakan lagi karena:
a)
Seringkali
pembukaan tidak menjadi lengkap pada persalinan dengan panggul sempit.
b)
Kematiaan anak
terlalu tinggi dengan percobaan tersebut.
2. Kesempitan
bidang tengah panggul
Bidang tengah
panggul terbentang antara pinggir bawah simpisis dan spina ossis ischi dan
memotong sakrum kira-kira pada pertemuan ruas sakral ke empat dan kelima.
Ukuran yang terpenting dari bidang ini ialah :
1
|
Diameter
transversa( diameter antar spina)
|
10
½ cm
|
2
|
Diameter
anteroposterior dari pinggir bawah simpisis kepertemuan ruas sakral 4
dan 5
|
11
½ cm
|
3
|
Diameter
sagitalis posterior dari pertengahan garis antar spina kepertemuan
sakral 4 dan 5
|
5cm
|
Dikatakan bahwa bidang tengah panggul itu sempit jika :
a.
Jumlah diameter
transversa dan diameter sagitalis posterior 13,5 atau kurang (10,5 cm + 5 cm =
15,5 cm).
b.
Diameter antara
spina kurang 9cm.
Ukuran-ukuran bidang tengah panggul tidak dapat diperoleh
secara klinis, harus diukur secara rontgenelogis, tetapi kita dapat menduga
kesempitan bidang di tengah panggul jika :
-
Spina ishiadika
sangat menonjol
-
Dinding samping
panggul konvergen
-
Jika diameter
antara tuber ischi 8 ½ cm atau kurang.
Prognosa : Kesempitan
bidang tengah panggul dapat menimbulkan gangguan putaran paksi. Jika diameter
antara spina 9 cm atau kurang kadang-kadang diperlukan sc
Terapi : Jika persalinan
terhenti karena kesempitan bidang tengah panggul maka baiknya dipergunakan
ekstraktor vakum, karena ekstraksi dengan forcep kurang memuaskan berhubung
forcp memperkecil ruangan jalan lahir.
3. Kesempitan
pintu bawah panggul.
Pintu bawah
panggul terdiri atas dua segitiga dengan jarak antar tuberum sebagai dasar
bersamaan.
Ukuran-ukuran
yang penting ialah :
a)
Diameter
transversa (diameter antar tuberum) 11 cm
b)
Diameter antero posterior dari pinggir bawah
symphyse ke ujung os sacrum 11 ½ cm
c)
Diameter sagitalis posterior dari
pertengahan diameter antar tuberum ke ujung os sacrum 7 ½ cm
Pintu bawah panggul dikatakan sempit kalau jarak antara
tubera ossis ischii 8 atau kurang. Kalau jarak ini berkurang dengan sendirinya
arcus pubis dapat dipergunakan untuk menentukan kesempitan pintu bawah panggul
Kalau segitiga depan dibatasi oleh arcus pubis, maka
segitiga belakang tidak mempunyai batas tulang sebelah samping. Karena itu
jelaslah bahwa kalau jarak antar tuberum sempit kepala akan dipaksa keluar
sebelah belakang dan mungkin tidaknya persalinan tergantung pada besarnya
segitiga belakang.
Lahirnya kepala pada segitiga yang belakang biasanya
menimbulkan robekan perineum yang besar.
Maka menurut thoms dystosia dapat terjadi kalau jumlah
ukuran antar tuberum dan diameter sagitalis posterior < 15 cm (normal 11 cm
+ 7,5 cm = 18,5 cm).
Kalau pintu bawah panggul sempit biasanya bidang tengah
panggul juga sempit. Kesempitan pintu bawah panggul dapat menyebabkan gangguan
putaran paksi. Kesempitan pintu bawah panggul jarang memaksa kita melakukan SC
biasanya dapat diselesaikan dengan forceps dan dengan episiotomy yang cukup
luas.
Hubungan
antara kepala dengan pintu bawah panggul
A. Pintu bawah pangul normal, anak lahir spontan
B. Pintu bawah panggul sempit, tetapi diameter sagitalis
posterior cukup sehingga anak dapat lahir, tapi agak kebelakang
C. Pintu bawah panggul sempit, juga diameter sagitalis
posteriornya, sehingga anak tak dapat lahir
4. Kombinasi
kesempitan pintu atas panggul, bidang tengah dan pintu bawah panggul.
v Mekanisme
persalinan
Diatas sudah diterapkan bahwa
kesempitan panggul bukan faktor satu-satunya yang menentukan apakah persalinan
pervaginam akan berlangsung dengan aman atau tidak untuk ibu. Walaupun demikian
penegtahuan tentang ukuran dan bentuk panggul sangat membantu dalam penilaian
jalannya persalinan pada wanita bersangkutan. Kesempitan panggul dapat
ditemukan pada satu bidang atau lebih. Kesempitan pada panggul tengah umumnya
juga disertai kesempitan pintu bawah panggul.
ü Kesempitan pada pintu atas panggul : Pintu atas
panggul dianggap sempit apabila konjugata vera kurang dari 10cm atau diameter
transversa kurang dari 12cm. Kesempitan pada konjugata vera(panggul picak)
umumnya lebih menguntungkan darpada kesempitan pada semua ukuran (Panggul
sempit seluruhnya). Oleh karena pada panggul sempit kemungkinan lebih besar
bahwa kepala tertahan oleh pintu atas panggul, maka dalam hal ini serviks uteri
kurang mengalami tekanan kepala. Hal ini dapat mengakibatkan inersia uteri
serta lambannya pendataran dan pembukaan serviks. Apabila pada panggul sempit
pintu atas panggul tidak tertutup dengan sempurna oleh kepala janin, ketuban
bisa pecah pada pembukaan kecil dan ada bahaya pula terjadinya prolapsus
funikuli. Pada panggul picak turunya belakang kepala bisa tertahan dengan
akibat terjadinya defleksi kepala, sedang pada panggul sempit seluruhnya
ditemukan rintangan pada semua ukuran; kepala memasuki rongga panggul dengan
hiperfleksi. Selanjutnya moulage keoala jann dapat dipengaruhi oleh jenis
asinklistismus; dalam hal ini asinklitismus anterior lebih menguntungkan dari
pada asinklitismus posterior oleh karena pada mekanisme yang terakhir gerakan
os parietale posterior yang terletak paling bawah tertahan oleh simfisis,
sedang pada asinklitismus anterior os parietale anterior data bergerak lebih
leluasa ke belakang.
ü Kesempitan panggul tengah : Dengan sacrum
melengkung sempurna, dinding-dinding panggul tidak berkonvergensi, foramen
iskiadikum mayor cukup luas, dan spina iskiadika tidak menonjol kedalam, dapat
diharapkan bahwa panggul tengah tidak akan menyebabkan rintangan bagi lewatnya
kepala janin. Ukuran terpentng, yang hanya dapat ditetapkan secara pasti dengan
pelvimetri roentgenologik, ialah distansia interpinarum. Apabila ukuran inu kurang
dari 9,5 cm, perlu kita waspada terhadap kemungkinan kesukaran pada persalinan,
apalagi bila diameter sagittalis posterior pendek pula. Pada panggul tengah
yang sempit, lebih serin ditemukan posisi oksipitalis posterior persisten atau
presentasi kepala dalam posisi lintang tetap. (transverse arrest).
Sumber gambar : Buku Sarwono “Ilmu Kebidanan”
ü Kesempitan pintu bawah panggul : Pintu bawah
panggul tidak merupakan bidang yang datar, tetapi terdiri atas segi tiga depan
dan segi tiga belakang yang mempunyai dasar yang sama, yakni distansia tuberum.
Apabila ukuran yang terakhir ini lebih kecil dari pada biasa, maka sudut arkus
pubis mengecil pula (kurang dari pada 80%). Agar supaya dalam hal in kepala
janin dapat lahir, diperlukan ruangan yang lebih besar pada bagian belakang
pintu bawah panggul. Dengan diameter sagitalis posterior yang cukup panjang
persalinan pervaginam dapat dilaksanakan, walawpun dengan perlukaan luas pada
perineum. Dengan distansia tuberum bersama dengan diameter sagittalis posterior
kurang dari 15 cm, timbul kemacetan pada kelahiran janin ukuran biasa.
Sumber gambar :
Buku Sarwono “Ilmu Kebidanan”
v Prognosis
Apabila
persalinan dengan disproporsi sefalopelvik dibiarkan berlangsung sendiri
apa-bilamana perlu-pengambilan tindkan yang tepat, timbul bahaya bagi ibu dan
janin.
ü Bahaya pada ibu
:
a.
Partus lama
yang sering kali disertai pecahnya ketuban pada pembukaan kecil, dapat
menimbulkan dehidrasi serta asidosis, dan infeksi intrapartum
b.
Dengan his yang
kuat, sedang kemajuan janin dalam jalan lahir tertahan, dapat timbul regangan
segmen bawah uterus dan pembentukan lingkaran retraksi patologik (bandl).
Keadaan ini terkenal dengan nama rupture uteri mengancam; apalagi tidak segera
diambil tindakan untuk mengurangi regangan, akan timbul rupture uteri.
c.
Dengan
persalinan tidak maju karena disproporsi sefalopelvik, jalan lahir pada suatu
tempat mengalami tekanan yang lama antara kepala janin dan tulang
panggul. Hal itu menimbulkan gangguan sirkulasi dengan akibat terjadinya
iskemia dan kemudian nekrosis pada tempat tersebut. Beberapa hari post partum
akan terjadi fistula vesikoservikalis, atau fistula vesikovagnalis, atau
fistula rektovaginalis.
ü Bahaya pada
janin :
a.
Partus lama
dapat dapat meningkatkan kematian perinatal, apalagi jika di tambah dengan
infeksi intrapartum
b.
Prolapsus
funikul, apabila terjadi, mengandung bahaya yang sangat besar bagi janin dan
memerlukan kelairannya dengan segera apabila ia masih hidup
c.
Dengan adanya
disproporsi sefalopelvik kepala janin dapat melewati rintangan mengadakan
moulage. Moulage dapat dialami oleh kepala janin tanpa akibat yang jelek sampai
batas-batas tertentu, akan tetapi apabila batas-batas tersebut dilampaui,
terjadi sobekan pada tentorium serebelli dan perdarahan intracranial.
d.
Selanjutnya
tekanan oleh promontorium atau kadang-kadang oleh simfisis pada panggul picak
menyebabkan perlukaan pada jaringan diatas tulang kepala janin, malahan dapat
pula menimbulkan fraktur pada os paretalis.
v Penanganan
Dewasa ini 2 tindakan dalam
penanganan disproporsi sefalopevik yang dahulu banyak dilakukan tidak
diselenggarakan lagi. Cunam tinggi dengan menggunakan axis-traction forceps
dahulu dilakukan untuk membawa kepala kepala janin yang dengan ukuran besarnya
belum melewati pintu atas panggul-kedalam rogga panggul dan terus keluar.
Tindakan ini yang sangat berbahaya bagi janin dan ibu, kini diganti oleh seksio
sesarea yang jauh lebih aman. Induksi partus premarturus umumnya juga tidak
dilakukan lagi.
Keberatan tindakan ini ialah
kesulitan untuk menetapkan :
a.
Apakah janin
walaupun belum cukup bulan, sudah cukup tua dan besar untuk hidup dengan
selamat diluar tubuh ibu, dan
b.
Apakah kepala
janin dapat dengan aman melewati kesempitan pada panggul bersangkutan
Dewasa ini 2 cara merupakan tindakan
utama untuk menangani persalinan pada disproporsi sefalopelvik, yakni seksio
sesarea dan partus percobaan. Di samping itu kadang-kadang ada indikasi untuk
melakukan simfisiotomia dan kraniotomia, akan tetapi simfisiotomia jarang
sekali dilakukan di ndonesia, sedangkan kraniotomia hanya dikerjakan pada janin
mati.
ü Seksio sesarea
: Seksio sesarea
dapat dilakukan secara elektif atau primer, yakni sebelum persalinan mulai atau
pada awal persalinan, secara sekunder, yakni sesudah persalinan berlangsung
selama beberapa waktu. Seksio sesarea elektif direncanakan lebih dahulu dan
dilakukan pada kehamilan cukup bulan karena kesempitan panggul yang cukup berat
atau karena terdapat disproporsi sefalopelvik yang nyata. Selain itu seksio
tersebut diselenggarakan pada kesempitan ringan apabla ada factor-faktor lain
yang merupakn komplikasi, seperti primigravida tua, kelainan letak janin yang
tidak dapat diperbaiki, kehamilan pada wanita yang mengalami masa
infertilitas yang lama, penyakit jantung dan lain-lani. Seksio sesarea
sekunder dilakukan karena persalinanpercobaan dianggap gagal, atau karena
timbul indkasi untuk menyelesaikan persalinan selekas mungkin, sedang syarat-syarat
untuk persalinan pervaginam tidak atau belum dipenuhi.
ü Persalinan
percobaan : Setelah pada
panggul sempit berdasarkan pemeriksaan yang teliti pada hamil tua diadakan
penilaian tentang bentuk serta ukuran-ukuran panggul dalam semua bidang dan
hubungan antara kepala janin dan panggul, dan setelah dicapai kesimpulan bahwa
ada harapan bahwa persalinan dapat berlangsung pervaginam dengan selamat, dapat
diambil keputusan untuk menyelenggarakan persalinan percobaan. Dengan demikian
persalinan ini merupakan suatu test terhadap kekuatan his dan daya
akomodasi , termasuk moulage kepala janin; kedua faktor ini tidak dapat
diketahui sebelum persalinan berlangsung selama beberapa waktu. Pemilihan
kasus-kasus untuk persalinan percobaan harus dilakukan dengan cermat. Di atas
sudah dibahas indikasi-indikasi untuk seksio sesarea elektif; keadaan – keadaan
ini dengan sendirinya merupakan kontra indikasi untuk persalinan percobaan.
Selain ini beberapa hal perlu pula mendapat perhatian. Janin harus berada dalam
presentasi kepala dan tuanya kehamilan tidak lebih dari 42 minggu. Alasan bagi
ketentuan yang terakhir ini ialah kepala janin bertambah besar serta
lebih sukar mengadakan moulage, dan berhubung dengan kemungkinan adanya
disfungsi plasenta janin mungkin kurang mampu mengatasi kesukaran yang dapat
timbul pada persalinan percobaan. Perlu disadari pula bahwa kesempitan panggul
dalam satu bidang, seperti pada panggul picak, lebih menguntungkan daripada
kesempitan dalam beberapa bidang. Mengenai penanganan khusus pada persalinan
percobaan perlu diperhatikan hal-hal berikut :
a. Perlu diadakan pengawasan yang seksama terhadap keadaan ibu
dan janin. Pada persalinan yang agak lama perlu dijaga adanya bahaya
dehidrasi dan asidosis pada ibu, dan perlu diusahakan supaya ia dapat
beristirahat cukup, serta tidak banyak menderita. Hendaknya kepadanya jangan
diberikan makanan secara biasa melainkan dengan jalan infus inntravena oleh
karena ada kemungkinan persalinan harus diakhiri dengan seksio sesarea. Keadaan
denyut jantung janin harus pula diawasi terus menerus. Kualitas dan turunnya
kepala janin dalam rongga panggul harus terus diawasi. Perlu disadari bahwa
kesempitan panggul tidak jarang mengakibatkan kelainan his dan gangguan
pembukaan serviks. Dalam hubungan ini his yang kuat, kemajuan dalam turunnya
kepala dalam rongga panggul dan kemajuan dalam mendatar serta membukanya
serviks merupakan hal-hal yang menguntungkan. Kemajuan turunnya kepala dapat
ditentukan dengan pemeriksaan luar dan pemeriksaan dalam. Pemeriksaan
roentgenologik memberi gambaran yang jelas mengenai hal ini dan mengenai
tingkat moulage kepala janin. Akan tetapi mengingat bahayanya , pemeriksaan ini
hendaknya hanya dilakukan jika benar- benar perlu.
Pemeriksaan dalam penting untuk menilai turunnya kepala, untuk mengetahui
keadaan serviks, untuk mengetahui apakah ketuban sudah pecah dan untuk
mengetahui ada tidaknya prolapsus funikuli atau prolapsus lengan . Mengingat
bahaya infeksi pada pemeriksaan dalam dan dengan demikian memperbesar risiko
seksio sesarea apabila tindakan terakhir ini perlu dilakukan, maka pemeriksaan
ini seyogjanya dibatasi dan hanya dilakukan apabila diharapkan akan memberikan
bahan-bahan penting guna penilaian keadaan.
b. Sebelum ketuban pecah, kepala janin pada umumnya tidak dapat
masuk ke dalam rongga panggul dengan sempurna. Namun, seperti sudah dijelaskan
di atas, pada disproporsi sefalopelvik ketuban tidak jarang pecah pada
permulaan persalinan. Pemecahan ketuban secara aktif hanya dapat dilakukan
apabila his berjalan secara teratur dan sudah ada pembukaan serviks untuk
separohnya atau lebih. Tujuan tindakan ini ialah untuk mendapatkan
kepastian apakah dengan his yang teratur dan mungkin bertambah kuat , terjadi
penurunan kepala yang berarti atau tidak. Selanjutnya setelah ketuban pecah,
baik spontan atau dengan buatan, perlu ditentukan ada tidaknya prolapsus
funikuli.
c. Masalah yang penting ialah menentukan berapa lama partus
percobaan boleh berlangsung. Berhubung banyaknya fakor yang harus ikut
diperhitungkan dalam mengambil keputusa tersebut, tiap kasus harus dinilai
sendiri-sendiri. Apabila his cukup sempurna maka sebagai indikator berhasil
atau tidaknya partus percobaan tersebut adalah hal-hal yang mencakup
keadaan-keadaan sebagai berikut :
1. Bagaimana kemajuan pembukaan serviks? Adakah gangguan
pembukaan : misalnya:
o Pemanjangan
fase laten;
o Pemanjangan
fase aktif;
o Sekunder
arrest?
2. Bagaimana kemajuan penurunan bagian terendah janin (belakang
kepala)?
3. Adakah tanda-tanda klinis dari pihak anak maupun ibu yang
menunjukkan adanya bahaya bagi anak maupun ibu (gawat janin, ruptura
uteri yang membakat dan lain-lain)?
Apabila ada salah satu gangguan di
atas, maka menandakan bahwa persalinan pervaginam tidak mungkin dan harus
diselesaikan dengan seksio sesarea. Sebaliknya bila kemajuan pembukaan serta
penurunan kepala berjalan lancar, maka persalinan pervaginam bisa dilaksanakan
sesuai dengan persyaratan yang ada.
ü Simfisiotomi
Simfisiotomi
ialah tindakan untuk memisahkan tulang panggul kiri dari tulang panggul
kanan pada simfisis supaya dengan demikian rongga panggul menjadi lebih luas .
Tindakan ini tidak banyak lagi dilakukan oleh karena terdesak oleh seksio
sesarea. Satu-satunya indikasi ialah apabila pada panggul sempit dengan janin
masih hidup terdapat infeksi intrapartum berat, sehingga seksio sesarea
dianggap terlalu berbahaya.
ü Kraniotomi
Pada persalinan
yang dibiarkan berlarut-larut dan dengan janin sudah meninggal, sebaiknya
persalinan diselesaikan dengan kraniotomi dan kranioklasi. Hanya jika panggul
demikian sempitnya sehingga janin tidak dapat dilahirkan dengan kraniotomi,
terpaksa dilakukan seksio sesarea.
DAFTAR PUSTAKA
1. Ida Bagus Gede
Manuaga, 1998, Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana Untuk
Pendidikan Bidan. Jakarta : EGC
2. Yayasan Sarwono
Prawihardjo, 1997, Ilmu Kebidanan, FKUI, Jakarta
3.
Muchtar,
Rustam. 1998. Sinopsis Obstetri Jilid I. EGC: Jakarta
4.
Staf Pengajar
LAB / UPF Obstetri dan Ginekologi. 1989. Osbetetri Patologi. Ekstar Offset:
BandungWinknjosastro,
Diposkan oleh Rizma Fazriyanti Lasari di
08.00
Tidak ada komentar:
Posting Komentar